Pungutan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang akan diberlakukan 1 Maret 2014 terus menjadi persoalan bank. Jumlah pungutan 0,03% dari total aset bank itu akan menjadi beban baru bank.
Seperti diungkapkan oleh Ketua Umum Perhimpunan Bank-Bank Umum Nasional (Perbanas), Sigit
Pramono, yang menilai peralihan pengawasan bank dari Bank Indonesia ke OJK
menyebabkan beban industri perbankan bertambah. Dia lebih setuju dengan
model pengawasan tidak berbayar ala BI ketimbang pengawasan model OJK
yang berbayar. "Tentu kami lebih suka memilih yang tak berbayar,"
katanya di Jakarta, Jumat (21/2).
Pungutan OJK bagi industri perbankan sudah pasti menyebabkan biaya
operasional bank membengkak. Kondisi ini berimbas kepada peningkatan
biaya dana, yang ujungnya berpotensi mengerek bunga kredit. "Dampaknya
akan terasa ke nasabah serta masyarakat. Bank adalah institusi bisnis,
pasti mentransformasi pungutan ini menjadi beban konsumen," kata Sigit.
Selama ini, perbankan juga rutin membayar premi Lembaga Penjamin
Simpanan (LPS). Menurut dia, LPS tidak menggunakan seluruh premi
lantaran semakin sedikit bank yang harus diselamatkan. OJK bisa
memanfaatkan dana ini, tanpa harus memungut lagi dari bank. "Tapi karena
sudah disahkan, ya mau tak mau harus dituruti," kata Sigit.
Di masa mendatang, Perbanas menginginkan OJK melaporkan penggunaan
iuran yang dipungut itu secara rutin ke industri perbankan. Hal ini
lazim diterapkan di negara lain yang memiliki lembaga terpisah seperti
OJK untuk mengawasi perbankan.
Apalagi, nilai iuran OJK sangat besar. Mengacu ke total aset
perbankan per Desember 2013 senilai Rp 5.264 triliun, potensi pungutan
industri bank mencapai Rp 1,58 triliun per tahun. "Ini uang besar, jadi
harus jelas pertanggungjawabannya. Di Inggris, otoritas perbankan juga
biasa melakukan ini. Termasuk di Jepang," ungkap mantan Direktur Utama
Bank BNI ini.
Perbanas mengingatkan agar OJK tidak memakai dana iuran bank untuk
kebutuhan operasional seperti membangun gedung kantor pusat atau kantor
di daerah. Dana itu harus murni untuk penguatan pengawasan dan pembinaan
perbankan. "Kalau mau bangun kantor baru, silakan pakai dana APBN,"
kata Sigit.
Sebelumnya, sejumlah bankir berjanji tidak akan membebani fee OJK ke
nasabah. Direktur Keuangan Bank Tabungan Pensiunan Nasional, Arief
Harris, menyampaikan BTPN akan menyiapkan dana untuk pungutan 0,03% atau
setara Rp 21 miliar dari total asetnya yang sebesar Rp 69,66 triliun
pada Desember 2013.
BTPN mengaku tidak keberatan membayar pungutan itu, mengingat
rasionya tidak besar. "Kami tidak akan membebankan pungutan OJK kepada
nasabah karena itu tanggungjawab kami," Arief berjanji.
CIMB Niaga juga belum berencana membebankan pungutan OJK ke nasabah,
karena itu adalah tanggungjawab bank. CIMB akan membayar iuran OJK Rp 65
miliar terhadap total asetnya Rp 218,87 triliun, mengacu data keuangan
per Desember 2013. "Kami akan meningkatkan pendapatan komisi untuk
membayar berbagai pungutan tersebut," ujar Wan Razly Abdullah, Direktur
Strategi dan Keuangan Bank CIMB Niaga.
sumber: http://keuangan.kontan.co.id/news/fee-ojk-bisa-membebani-nabasah-bank/2014/02/22
Friday, February 21, 2014
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment